Jumat, 26 April 2019

CERPEN : MAAFKAN AKU IBU

MAAFKAN AKU IBU
Oleh : Umi Harida
Murni adalah seorang anak perempuan yang cantik dengan rambut panjang lurus sebahu. Dia tinggal bersama ibunya di sebuah rumah kecil yang sangat sederhana di tengah – tengah hiruk pikuknya kehidupan kota. Ayahnya sudah enam bulan yang lalu meninggal. Murni dirawat oleh ibunya seorang diri yang pekerjaan sehari – harinya adalah sebagai pedagang sayur keliling. Dengan kepandaianya, Murni mendapat beasiswa dari pemerintah dan dapat bersekolah di sekolah yang bagus di tengah – tengah kota sesuai keinginannya.
“ Hai teman – teman, lihatlah teman kita yang satu ini ! Kasihan sekali ya, perhatikan tasnya ! Sudah jelek, kumal, penuh jahitan pula. Ih, memalukan, “ ucap seorang anak perempuan yang merupakan salah satu teman sekelas Murni, Tasya namanya. “ Iya, kamu benar Tasya. Aku malu punya teman kayak dia, “ sahut temannya yang lain. “ Ha ha ha ha ! “ tawa teman – teman sekelas Murni yang tidak menyukainya karena kemiskinan Murni. Sementara Murni hanya tertunduk menuju ke bangkunya.
Jam belajar di sekolah sudah usai. Murni keluar kelas setelah semua teman – teman sekelasnya. Langkahnya lesu menuju tempat parkir sekolah untuk mengambil sepeda bututnya.
“ Ibu, aku minta belikan tas baru yang bagus. Lihatlah tas ini ! Gara – gara ini aku diejek sama teman – teman. Aku malu, “ ucap Murni dengan ketus kepada ibunya ketika pulang sekolah tanpa mengucapkan salam karena kejengkelannya. “ Ibu belum punya uang yang cukup untuk membelinya, Nak. Kamu tahu sendiri kan tahu, ibumu ini hanyalah penjual sayur keliling. Butuh waktu untuk mengumpulkan uang agar bisa membeli tas baru,” ucap ibu Murni dengan nada rendah. “ Aku tidak mau tahu. Pokoknya ibu harus segera membelikan tas baru, titik. “ kata Murni dengan nada tinggi seolah – olah menekan ibunya, kemudian berlalu dari hadapan ibunya. Ibu Murni sedih mendengar ucapan kasar yang keluar dari mulut anaknya. Sebagai seorang ibu, dia ingin sekali memenuhi semua keinginan anak demi kebahagiaannya. Tapi apa daya, semenjak ditinggal suaminya sebagai tulang punggung keluarga, dia harus bekerja keras untuk menghidupi anaknya seorang diri.
“ Awas saja ya, kalau besok ibu tidak membelikan tas baru untukku, “ gerutu Murni dalam hati sambil melangkahkan kakinya menuju taman dekat rumahnya. Murni duduk di bangku taman yang tersedia di taman. Saat melihat sekelilingnya secara tidak sengaja ternyata temannya juga ada di situ. Murni bangkit dari tempat duduknya berniat meninggalkan tempat itu. Tapi temannya telah melihat dia akan berlalu dari taman. “ Hai, Murni sudahkah ibumu membelikan tas baru? “ teriak temannya dari kejauhan. “ Mana mungkin, ibunya pasti tidak punya uang. Ibunya kan hanya penjual sayur keliling, “ sahut teman Murni yang lain.
Setelah kembali dari taman Murni marah – marah kepada ibunya karena tidak bisa memenuhi keinginannya. Ibu Murni kembali bersedih. “ Sayang, sabar dulu ya, nanti jika uang tabungan Ibu sudah terkumpul akan kita gunakan untuk membeli tas baru. Ibu akan bekerja lebih keras untuk membahagiakanmu. Kita syukuri saja apa yang sudah ada, “ ucap ibu menjelaskan dengan lembut. Murni tidak berkata apa pun kepada ibunya. Dia hanya berlalu begitu saja dari hadapan ibunya.
Keesokan harinya Murni menghindar dari teman – temannya. Dia terlihat menyendiri. Salah seorang teman baik Murni menghampiri dan menasehatinya. “ Murni, kamu yang sabar ya. Jangan dimasukkan hati semua yang dikatakan teman – teman. Kamu harus mengerti keadaan ibumu. Kasihan beliau setiap hari harus banting tulang untuk mencukupi kebutuhan sehari – hari, “ kata teman baik Murni berusaha menasehati. Murni menjadi tenang karena masih ada teman yang masih perhatian dan peduli kepadanya.
Sementara di rumah Ibu Murni tampak masih bersedih. Beliau berdoa agar dapat memenuhi keinginan anak semata wayangnya. Beliau bertekad akan kerja keras untuk membahagiakan anaknya. Ketika Ibu Murni baru saja sampai di jalan raya, tiba – tiba sebuah mobil menyerempetnya dari belakang. Pengemudi mobil turun dari mobil menghampiri ibu Murni. Tetangga Murni yang secara kebetulan melihatnya segera berlari mendekat untuk menolongnya. Ibu Murni segera dibawa ke rumah sakit dengan mobil orang yang menabraknya. Tetangga Murni yang masih di rumah sakit berusaha menghubungi Bu RT.
Siang hari yang terik, Murni mengayuh sepedanya. Dalam perjalanan pulang, perasaan dia tidak enak. Sesampainya di rumah dia tidak mendapati ibunya. Salah satu tetangganya yang lebih dulu mendapat kabar dari Bu RT menghampirinya dan memberi penjelasan tentang kejadian yang dialami ibunya.. Murni menjadi cemas. Murni segera pergi ke rumah sakit tempat ibunya dirawat dengan diantar tetangganya tersebut.
Sampai di rumah sakit, Murni melihat ibunya terbaring lemah di atas tempat tidur. Dia terlihat sedih. Timbul perasaan menyesal dalam hatinya karena telah bersikap kasar kepada ibunya. Perlahan dia mendekati ibunya dan berucap lirih di dekat telinga ibunya yang terbaring tidur itu, “ Ibu, maafkan semua kesalahanku. Aku yang menyebabkan Ibu seperti ini. Aku berjanji tidak akan menyakiti hati Ibu dan tidak akan memaksakan keinginanku lagi, “ bisik Murni. Ibu Murni seolah – olah mendengar kata – kata Murni. Air matanya yang hangat menetes di pipinya. Ibu Murni perlahan membuka matanya. Beliau menoleh ke arah Murni sambil tersenyum. “ Ibu memafkanmu, Sayang, “ kata Ibu Murni dengan lembut.
Sudah tiga hari Ibu Murni terbaring di rumah sakit. Keadaan Ibu Murni sudah membaik. Dokter memperbolehkan beliau pulang. Semakin hari keadaan ibu Murni semakin membaik. Murni mengutarakan sebuah ide kepada ibunya. “ Bu, bagaimana kalau kita mencoba membuat kue. Aku akan menjual kue – kue itu di sekolah. Aku ingin membantu Ibu untuk mencukupi kebutuhan kita, “ usul Murni. “ Tidak perlu, Nak. Ibu masih kuat kok untuk memenuhi kebutuhan kita. Kamu konsentrasi saja pada pelajaran agar nilaimu selalu bagus,” kata Ibu menolak. “ Tidak apa – apa Bu. Aku kan bisa belajar sambil bekerja. Aku akan membagi waktu antara belajar dan bekerja, bagaimana ?” kata Murni menjelaskan. “ Baiklah kalau begitu. Kamu boleh membantu Ibu. Tapi apa kamu tidak malu sama teman – temanmu ?” tanya ibu. “ Tidak Bu, tidak semua teman – temanku yang jahat. Masih banyak teman – teman di sekolah yang baik kepadaku, “ kata Murni.
Murni dan ibunya mulai membuat kue. Kue – kue itu ditawarkan kepada teman – temannya di sekolah. Bahkan Murni juga berani menawarkan kue – kue tersebut kepada guru – guru. Hasil penjualannya dia serahkan kepada ibunya dan sebagian ditabung. Dia sudah bisa membantu meringankan biaya hidup keluarganya.
Hidup manusia sudah diatur oleh Tuhan. Sebagai manusia kita harus berusaha dan berdoa serta mensyukuri segala nikmat yang diberikan Tuhan agar kita bisa menjalani hidup ini dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PUISI PETANI

  PETANI Oleh : Umi Harida Petani…….. Tatkala sang surya mengintip di balik awan di ufuk timur Engkau bangkit dari tidurmu yang...