Minggu, 22 September 2024

CERPEN : BERKUNJUNG KE KOTA YOGYAKARTA

 

BERKUNJUNG KE KOTA YOGYAKARTA

Oleh : Umi Harida

 

            Kota Yogyakarta memberikan aku sebuah kesan yang tak mungkin aku lupakan. Tidak hanya terkenal sebagai kota pelajar, di sana banyak budaya yang tidak hanya terkenal di seluruh pelosok nusantara tetapi juga sampai ke mancanegara. Siapa pun yang datang ke sana pasti akan mempunyai keinginan untuk kembali lagi suatu saat nanti, merasakan kerinduan akan daerah istemewa itu. Seperti halnya yang kurasakan saat ini. Aku rindu akan psona Kota Yogyakarta yang dapat menarikku untuk mengunjunginya kembali. Aku mewujudkan keinginanku dengan mendaftarkan diri ke pihak travel yang akan merencanakan tour wisata dengan tujuan Kota Yogyakarta.

            “Jadi juga kamu ke Yogyakarta, Mbak?” tanya adikku.

            “Jadi dong, aku kangen sekali kota itu.” jawabku sambil aku memasukkan pakaian dan segala sesuatu yang akan aku bawa wisata.

            “Kangen kotanya ataukah………kangen seseorang yang disana,” goda adikku.

            “Hei, jangan ngacau kamu. Emangnya kangen siapa?” jawabku sambil tersipu malu.

Adikku terus saja menggoda. Tetapi hal itu sudah biasa karaena sebagai sesama saudara kami memang dekat. Adikku adalah sosok saudara yang sangat penting bagiku. Dia adalah saudara sekaligus teman tempat aku mencurahkan hatiku disaat aku membutuhkan sarannya. Apalagi usia kami hanya terpaut satu tahun. Hal ini menjadikan kami saling memahami perasaan masing – masing. Sebenarnya aku ingin mengajaknya juga berlibur ke Kota Yogyakarta, tetapi ternyata kebetulan dia ada acara bersama teman – teman kantornya. Mungkin lain kali kami bisa pergi bersama. Aku lelah sekali mempersiapkan perbekalan yangharus kubawa. Aku memutuskan untuk istirahat, tidur siang mumpung ada waktu sebelum berangkat ke tempat penjemputan bus travel yang aku tumpangi nanti.

            “Bangun, Kak. Jadi pergi atau tidak?” suara adikku membangunkanku.

Pelan – pelan kubuka mata ini. Muka adikku terlihat persis di depan mukaku sehingga aku agak terkejut.

“Astaga, kamu ini kenapa sih, ngagetin aja deh,” kataku kepada adikku sambil kutepuk bahunya karena aku sedikit jengkel.

Adikku hanya tersenyum saja. Kutinggalkan dia begitu saja menuju ke kamar mandi dan berganti pakaian yang kugunakan untuk wisata. Sementara adikku sudah menungguku di ruang tamu. Dia memang akan mengantarkan aku ke tempat penjemputan bustravel. Setelah semua siap, kami pun berangkat. di tempat penjemputan sudah banyak orang – orang yang berkumpul menunggu datangnya bus travel. Adikku dengan setia menemaniku menunggu di tempat itu hingga bus travel yang kutumpangi datang. Tidak berselang lama bus travel yang kami tunggu akhirnya datang juga. Aku dan penumpang – penumpang lainnya segera naik ke dalam bus travel itu.

            “Hati – hati, Kak. Jangan lupa oleh – olehnya ya, Kak!” seru adikku dari luar bis sebelum pulang kembali.

Kulambaikan tangan ke arah adikku melalui jendela kaca bus travel. Bus travel perlahan – lahan meninggalkan tempat penjemputan. Terlihat jelas kebahagiaan mewarnai wajah – wajah penumpang bus travel, termasuk diriku sendiri. Kami akan datang kembali di Kota Yogyakarta, tempat tujuan wisata kami.

Aku pergi ke Kota Pelajar itu dengan menaiki bus travel yang berangkat malam hari. Bus yang kutumpangi melaju dengan kencang. Menelusuri jalan yang panjang. Di sepanjang jalan Pantura kulihat pantai – pantai di tengah gelapnya malam. Kala itu semua orang sudah terbuai mimpi dalam tidurnya masing - masing. Hujan turun dengan deras. Bus menerobos hujan deras yang disertai kilatan petir. Orang – orang masih merasakan nyamannya tidur. Mungkin mereka terlalu capek dengan perjalanan panjang menuju Yogyakarta. Tidak seperti diriku yang masih terjaga karena belum merasakan kantuk. Kulirik jam yang tertera pada HP sudah menunjukkan pukul 12 malam. Mataku belum juga merasakan ngantuk. Aku sudah mencoba berkali – kali untuk memejamkan mata, namun belum juga bisa tidur. Aku juga tidak tahu apa penyebabnya. Mugkin seperti anak kecil yang akan diajak bepergian oleh orang tuanya. Mereka sudah membayangkan betapa senangnya mereka. Mungkin karena mataku terlalu leah, sudah tidak tahan lagi untuk mengamati setiap pemandangan di luar bis di malam hari, akhirnya aku terlelap juga dalam tidur nyenyak di kursi bus diantara penumpang – penumpang lainnya. Entah sudah sampai mana bus itu melaju.

Masing – masing orang boleh berpencar dengan rombongan jika sampai di tempat tujuan, tapi pihak travel berpesan kepada kami agar berkumpul kembali di dekat bus ketika menjelang sarapan. Tempat tujuan wisata pertama adalah Pantai Parangtritis. Sampai di pantai, aku langsung mencari tempat mandi yang sudah disediakan di warung – warung makanan dekat Pantai Parangtritis. Tarif untuk sekali masuk kamar mandi tidaklah mahal, cuma duaribu rupiah. Setelah berganti pakaian kami kembali ke tempat dekat parkir bus yang telah kami sepakati sebelumnya, kemudian kami diarahkan ke tempat makan yang sudah dipesan pihak travel sebelumnya. Sepertinya sudah ada kerjasama antara pihak travel dan tempat makan itu sehingga begitu kami sampai di tempat makan itu. semua menu makanan diantar dan disajikan dengan cepat tanpa harus menunggu lama. Menu disajikan juga lumayan lezat. Ada nasi putih dan ikan bakar beserta lalapan dilengkapi dengan sambal. Ikan bakar adalah menu makanan khas pantai yang memang cocok dinikmati denganpemandangan pantai di hadapannya. Tidak lupa tahu dan tempe disajikan diantara menu – menu itu sebagai menu pelengkap yang biasa disajikandi tempat – tempat makan. Teh hangat dan air putih juga disajikan di sana. Bagi kami menu – menu makanan dan minuman itu sudah lebih dari cukup.

Setelah selesai makan, kami kembali berpencar untuk menikmati keindahan alam Pantai Parangtritis. Panorama di Parangtritis memang sangat menakjubkan. Sesuai dengan diceritakan oleh banyak orang. Pantai Parangtritis terkenal dengan ombaknya yang sangat besar. Ombak yang besar sudah menjadi ciri khas pantai yang berada di kawasan pantai selatan. Para pengunjung tidak banyak yang berenang di area Pantai Parangtritis karena ombaknya terlalu besar, tidak aman digunakan untuk berenang di pantai tersebut. Banyak diantara kami cuma menikmati ombak laut dari jarak yang tidak terlalu dekat. Jikakami ingin mendekat pun harus dengan hati – hati. Aku sendiri merasakan sentuhan ombak Pantai Parangtritis. Menurutku sudah cukup jauh aku berdiri dari air laut itu. tapi masih saja aku terkena ombaknya padahal aku sudah berlari ketika ombak besar datang. Sampai – sampai aku harus ganti pakaian karena baju dan celanaku basah. Ombak besar itu terjadi karena dorongan angin juga besar. Setelah kami puas menikmati Pantai Parangtritis, kami melanjutkan perjalanan ke tempat wisata berikutnya yaitu Candi Borobudur. Tapi sebelum kami mengunjungi candi yang termasuk ke dalam tujuh keajaiban dunia itu, kami diarahkan ke tempat makan untuk makan siang. Tempat makan ini juga tampaknya sudah bekerja sama dengan pihak travel seperti sebelumnya. Semua menu dengan cepat sudah tersaji.

Setelah makan siang rombongan kami langsung menuju ke Candi Borobudur. Seperti di tempat – tempat lainnya kami berpencar dari tempat parkir bus dan sepakat kembali ke tempat semula dengan waktu yang sudah ditentukan. Aku pun segera berjalan menuju Candi Borobudur. Dari kaki candi aku melihat ke puncak Candi Borobudur.

“Waaaaah, tinggi sekali,” gumamku.

Candi Borobudur sangatlah megah. Candi itu merupakancandi Buddha yang dibangun dengan tangan – tangan orang zaman dahulu secara tradisional. Candi tersebut merupakan candi terbesar di dunia. Pada dinding – dinding terdapat relief – relief yang menggambarkan perjalanan hidup Sang Buddha beserta ajaran - ajarannya, kehidupan masyarakat, dan kisah cinta anak manusia. Candi ini memiliki banyak stupa. Memang sungguh menakjubkan. Tidak heran jika Candi Borobudur menjadi salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia. Banyak turis lokal maupun mancanegara yang datang untuk berkunjung menyaksikan kemegahan candi ini. Untuk naik ke puncak candi kita harus menaiki banyak tangga.

            “Aduh, aku capek banget.”

Baru dua tingkatan yang berhasil aku capai aku sudah capek sekali. Mungkin sebelumnya sudah kugunakan untuk menikmati sekeliling Pantai Parangtritis, jadi tenagaku agak menurun. Tapi aku tidak patah semangat. Aku sudah melihat relief –relief di tingkatan satu. Berikutnya  aku akan melihat relief – relief di tingkatan yang kedua. Tinggal satu relief lagi aku akan berada di puncak candi karena Candi Borobudur ini terdiri dari tiga tingkatan.

Setelah semua tingkatan sudah aku datangi, aku kembali turun. Aku melihat tidak jauh dari kaki candi seorang penjual es krim melayani beberapa pembeli. Aku ingin mencobanya setelah melihat salah seorang dari mereka menikmatinya. Aku mendekat ke penjual es krim itu dan membeli eskrim coklat kesukaanku. Setelah mengelilingi candi lelahku berkurang dengan nikmatnya es krim coklat itu. Hari sudah sore. Kami berkumpul kembali menuju bus. Bus menuju ke arah hotel tempat kami menginap. Hotel itu tidaklah mewah taoi juga tidak buruk. Pihak travel membagi kamr hotel. Aku segera menuju kamar hotel dan langsung mandi kemudian berganti pakaian. Aku tidak sendiri. Aku tidur sekamar bersama salah seorang dari rombongan. Itu tidaklah masalah. Maklumlah namanya ikut travel, ya kita ikuti saja aturan mainnya. Yang penting kita bahagia dan tercapai tujuan kita.

Setelah maghrib kami berpencar kembali untuk jalan – jalan di sekitar hotel, ada juga yang tidak keluar karena ingin menikmati hotel. Kebetulan hotel kami dekat Malioboro. Aku keluar hotel. Di depan hotel sudah ada beberapa becak motor yang diparkir. Para tukang ojek becak motor itu memang sengaja menunggu penumpang hotel untuk memakai jasa mereka. Aku mendekati salah satu dari mereka untuk mengantarkan aku berkeliling menikmati suasana malam hari di Malioboro. Aku meminta tukang ojek itu untuk menurunkan aku di depan sebuah lapak makanan.

“Sate – satenya, Mbak! Seorang penjual sate menawarkan satenya kepadaku sambil memanggang sate – sate ayam maupu daging sapi.

“Waaaaaah sedap sekali aromanya,” gumamku.

Aroma sate yang dipanggang itu menarikku untuk masuk ke kedai sate itu. aku memesan satu porsi sate dan lontong kepada penjualnya. Penjual itu mengangguk merespon permintaanku. Asap mengepul di atas panggangan sate itu. Arang – arang hitam itu menyala ketika penjual sate mengipas sate. Aroma sate semakin menusuk hidungku, menggodaku untuk segera menyantapnya.  Sementara perutku mulai keroncogan. Aku rasanya sudah tidak sabar untuk segera menyantapnya. Tidak lama lontong sate yang kupesan sudah siap disajikan di mejaku. Aku duduk lesehan diantara pengunjung – pengunjung kedai sate. Setelah minuman teh hangat yang kupesan juga sudah tersaji, aku langsung menyantapnya. Nikmat sekali rasanya. Daging sate yang dibakar, dibalut dengan bumbu kacang terasa sangat lezat. Di tengah – tengah aku menikmati lontong sate, sekelompok pemuda menjajakan suaranya di sampingku dengan alat – alat sederhana di tangannya menyuguhkan sebuah nyanyian. Mereka adalah para pengamen jalanan yang biasa berkeliling di area itu untuk mendapatkan uluran tangan para penikmat makanan merogoh uang kecil mereka.

            Setelah kenyang aku tidak langsung pulang. Aku berjalan – jalan di sekitar Malioboro. Disamping para pedagang makanan yag menjual makanan berat maupun camilan, banyak juga para pedagang kaos yang menawarkan barang dagangannya di pinggir – pinggir jalan. Aku mampir ke salah satu lapak baju. Aku berniat untuk membeli satu potong kaos sebagai oleh – oleh adikku. Mataku tertuju pada sebuah kaos putih yang hanya memiliki tulisan sederhana di tengah kaos. Ketika tanganku mengambil kaos itu, tiba – tiba ada tangan lain juga mengambilnya. Aku melihat ke arah wajah pemilik tangan itu. Ternyata seorang pemuda yang menurut penilaianku lumayan tampan. Dia juga melihatku sambil melempar senyuman.

            “Emmmmmh, maaf Mas. Saya mau membeli kaos ini. Tolong dong lepaskan tangan kamu.” Kataku kepada pemuda itu.

            “Maaf, Mbak aku juga menginginkan kaos ini,” jawabnya.

            “Tapi aku yang melihatnya dulu,” kataku kemudian.

            “Aku juga melihatnya,” jawabnya dingin.

Aku jadi kesal dibuatnya. Percuma saja berdebat dengannya, akan membuang – buang waktu saja. Akhirnya aku yang mengalah. Kulepaskan tanganku dari kaos itu, kemudian berlalu dari lapak kaos itu menuju lapak baju lain dan membeli sebuah kaos untuk adikku.

            Kulihat telepon genggamku sudah menunjukkan pukul sepuluh malam lebih. Aku memutuskan untuk kembali ke hotel untuk istirahat karena aku merasa sudah capek sekali dan juga mengantuk. Aku memanggil salah seorang dari tukang ojek motor untuk mengantar kembali ke hotel. Setelah sampai di hotel aku berjalan ke kamar. Ketika melewati lobi aku melihat ke arah tempat duduk lobi. Aku melihat seorang pemuda yang berebut kaos denganku ketika di lapak baju. Dia juga melihat ke arahku. Dia kemudian bangkit dari tempat duduknya dan mendekat padaku. Pemuda itu mengulurkan tangannya memperkenalkan diri.

            “Hai, kita bertemu lagi. Namaku Ryan, apakah saya boleh tahu siapa namamu?”

Pemuda itu menyebutkan namanya. Aku pun menyebut namaku. Dia meminta waktu untuk bicara denganku. Kami berdua duduk di tempat duduk lobi. Pemuda itu mrnyerahkan bungkusan sebuah kado kepadaku.

            “Ini nuat kamu,” katanya singkat.

            “Tunggu dulu! Dalam rangka apa kamu memberiku kado, kita saling kenal,” kataku.

            “Kita memang tidak saling mengenal, tapi aku sudah mengamati kamu sejak kemarin malam kamu naik di bus. Kita berada di bus yang sama. Kebetulan aku duduk di tempat duduk pojok belakang sendiri. Jadi mungkin tidak terlihat. Maaf aku merebut kaos di lapak tadi. Aku sebenarnya sengaja melakukannya agar bisa melihatmu lebih dekat. Dan aku menunggu di sini agar aku bisa berkenalan denganmu. Ini kamu terima ya, sebagai hadiah perkenalan kita. Aku berharap kita bisa bertemu kembali saat kembali ke Surabaya”

Aku mengangguk – angguk tanda mengerti. Setelah pemuda itu menjelaskan aku menerima kado itu. Tak terasa malam semakin larut. Rasa kantukku mulai datang. Kami pun mengakhiri pembicaraan, kemudian kembali ke kamar masing – masing. Segera aku masuk kamar mandi untuk gosok gigi dan cuci tangan serta kaki lalu tidur karena esok hari kami akan melanjutkan perjalanan ke destinasi lain yang dilanjutkan kembali pulang ke  Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puisi : KALA FAJAR MENJELANG

                      KALA FAJAR MENJELANG                                 Oleh : Umi Harida Kala fajar menjelang Sang Bagaskara menampakkan...