Oleh
: Umi Harida
Kota Yogyakarta memberikan aku sebuah kesan yang tak mungkin aku lupakan. Tidak hanya terkenal sebagai kota pelajar, di sana banyak budaya yang tidak hanya terkenal di seluruh pelosok nusantara tetapi juga sampai ke mancanegara. Siapa pun yang datang ke sana pasti akan mempunyai keinginan untuk kembali lagi suatu saat nanti, merasakan kerinduan akan daerah istemewa itu. Seperti halnya yang kurasakan saat ini. Aku rindu akan psona Kota Yogyakarta yang dapat menarikku untuk mengunjunginya kembali. Aku mewujudkan keinginanku dengan mendaftarkan diri ke pihak travel yang akan merencanakan tour wisata dengan tujuan Kota Yogyakarta.
“Jadi juga kamu ke Yogyakarta, Mbak?” tanya adikku.
“Jadi dong, aku kangen sekali kota itu.” jawabku sambil
aku memasukkan pakaian dan segala sesuatu yang akan aku bawa wisata.
“Kangen kotanya ataukah………kangen seseorang yang disana,”
goda adikku.
“Hei, jangan ngacau kamu. Emangnya kangen siapa?” jawabku
sambil tersipu malu.
Adikku terus saja
menggoda. Tetapi hal itu sudah biasa karaena sebagai sesama saudara kami memang
dekat. Adikku adalah sosok saudara yang sangat penting bagiku. Dia adalah
saudara sekaligus teman tempat aku mencurahkan hatiku disaat aku membutuhkan
sarannya. Apalagi usia kami hanya terpaut satu tahun. Hal ini menjadikan kami
saling memahami perasaan masing – masing. Sebenarnya aku ingin mengajaknya juga
berlibur ke Kota Yogyakarta, tetapi ternyata kebetulan dia ada acara bersama
teman – teman kantornya. Mungkin lain kali kami bisa pergi bersama. Aku lelah
sekali mempersiapkan perbekalan yangharus kubawa. Aku memutuskan untuk
istirahat, tidur siang mumpung ada waktu sebelum berangkat ke tempat
penjemputan bus travel yang aku tumpangi nanti.
“Bangun, Kak. Jadi pergi atau tidak?” suara adikku
membangunkanku.
Pelan – pelan kubuka
mata ini. Muka adikku terlihat persis di depan mukaku sehingga aku agak
terkejut.
“Astaga,
kamu ini kenapa sih, ngagetin aja deh,” kataku kepada adikku sambil kutepuk
bahunya karena aku sedikit jengkel.
Adikku hanya tersenyum saja. Kutinggalkan dia begitu
saja menuju ke kamar mandi dan berganti pakaian yang kugunakan untuk wisata.
Sementara adikku sudah menungguku di ruang tamu. Dia memang akan mengantarkan
aku ke tempat penjemputan bustravel. Setelah semua siap, kami pun berangkat. di
tempat penjemputan sudah banyak orang – orang yang berkumpul menunggu datangnya
bus travel. Adikku dengan setia menemaniku menunggu di tempat itu hingga bus
travel yang kutumpangi datang. Tidak berselang lama bus travel yang kami tunggu
akhirnya datang juga. Aku dan penumpang – penumpang lainnya segera naik ke
dalam bus travel itu.
“Hati – hati, Kak. Jangan lupa oleh – olehnya ya, Kak!”
seru adikku dari luar bis sebelum pulang kembali.
Kulambaikan tangan ke
arah adikku melalui jendela kaca bus travel. Bus travel perlahan – lahan
meninggalkan tempat penjemputan. Terlihat jelas kebahagiaan mewarnai wajah – wajah
penumpang bus travel, termasuk diriku sendiri. Kami akan datang kembali di Kota
Yogyakarta, tempat tujuan wisata kami.
Aku
pergi ke Kota Pelajar itu dengan menaiki bus travel yang berangkat malam hari. Bus
yang kutumpangi melaju dengan kencang. Menelusuri jalan yang panjang. Di
sepanjang jalan Pantura kulihat pantai – pantai di tengah gelapnya malam. Kala
itu semua orang sudah terbuai mimpi dalam tidurnya masing - masing. Hujan turun
dengan deras. Bus menerobos hujan deras yang disertai kilatan petir. Orang –
orang masih merasakan nyamannya tidur. Mungkin mereka terlalu capek dengan
perjalanan panjang menuju Yogyakarta. Tidak seperti diriku yang masih terjaga
karena belum merasakan kantuk. Kulirik jam yang tertera pada HP sudah
menunjukkan pukul 12 malam. Mataku belum juga merasakan ngantuk. Aku sudah
mencoba berkali – kali untuk memejamkan mata, namun belum juga bisa tidur. Aku
juga tidak tahu apa penyebabnya. Mugkin seperti anak kecil yang akan diajak
bepergian oleh orang tuanya. Mereka sudah membayangkan betapa senangnya mereka.
Mungkin karena mataku terlalu leah, sudah tidak tahan lagi untuk mengamati
setiap pemandangan di luar bis di malam hari, akhirnya aku terlelap juga dalam
tidur nyenyak di kursi bus diantara penumpang – penumpang lainnya. Entah sudah
sampai mana bus itu melaju.
Masing
– masing orang boleh berpencar dengan rombongan jika sampai di tempat tujuan,
tapi pihak travel berpesan kepada kami agar berkumpul kembali di dekat bus
ketika menjelang sarapan. Tempat tujuan wisata pertama adalah Pantai
Parangtritis. Sampai di pantai, aku langsung mencari tempat mandi yang sudah
disediakan di warung – warung makanan dekat Pantai Parangtritis. Tarif untuk
sekali masuk kamar mandi tidaklah mahal, cuma duaribu rupiah. Setelah berganti
pakaian kami kembali ke tempat dekat parkir bus yang telah kami sepakati
sebelumnya, kemudian kami diarahkan ke tempat makan yang sudah dipesan pihak
travel sebelumnya. Sepertinya sudah ada kerjasama antara pihak travel dan
tempat makan itu sehingga begitu kami sampai di tempat makan itu. semua menu
makanan diantar dan disajikan dengan cepat tanpa harus menunggu lama. Menu
disajikan juga lumayan lezat. Ada nasi putih dan ikan bakar beserta lalapan dilengkapi
dengan sambal. Ikan bakar adalah menu makanan khas pantai yang memang cocok
dinikmati denganpemandangan pantai di hadapannya. Tidak lupa tahu dan tempe
disajikan diantara menu – menu itu sebagai menu pelengkap yang biasa
disajikandi tempat – tempat makan. Teh hangat dan air putih juga disajikan di
sana. Bagi kami menu – menu makanan dan minuman itu sudah lebih dari cukup.
Setelah
selesai makan, kami kembali berpencar untuk menikmati keindahan alam Pantai
Parangtritis. Panorama di Parangtritis memang sangat menakjubkan. Sesuai dengan
diceritakan oleh banyak orang. Pantai Parangtritis terkenal dengan ombaknya
yang sangat besar. Ombak yang besar sudah menjadi ciri khas pantai yang berada
di kawasan pantai selatan. Para pengunjung tidak banyak yang berenang di area
Pantai Parangtritis karena ombaknya terlalu besar, tidak aman digunakan untuk
berenang di pantai tersebut. Banyak diantara kami cuma menikmati ombak laut
dari jarak yang tidak terlalu dekat. Jikakami ingin mendekat pun harus dengan
hati – hati. Aku sendiri merasakan sentuhan ombak Pantai Parangtritis.
Menurutku sudah cukup jauh aku berdiri dari air laut itu. tapi masih saja aku
terkena ombaknya padahal aku sudah berlari ketika ombak besar datang. Sampai –
sampai aku harus ganti pakaian karena baju dan celanaku basah. Ombak besar itu
terjadi karena dorongan angin juga besar. Setelah kami puas menikmati Pantai
Parangtritis, kami melanjutkan perjalanan ke tempat wisata berikutnya yaitu
Candi Borobudur. Tapi sebelum kami mengunjungi candi yang termasuk ke dalam
tujuh keajaiban dunia itu, kami diarahkan ke tempat makan untuk makan siang.
Tempat makan ini juga tampaknya sudah bekerja sama dengan pihak travel seperti
sebelumnya. Semua menu dengan cepat sudah tersaji.
Setelah
makan siang rombongan kami langsung menuju ke Candi Borobudur. Seperti di
tempat – tempat lainnya kami berpencar dari tempat parkir bus dan sepakat
kembali ke tempat semula dengan waktu yang sudah ditentukan. Aku pun segera
berjalan menuju Candi Borobudur. Dari kaki candi aku melihat ke puncak Candi
Borobudur.
“Waaaaah,
tinggi sekali,” gumamku.
Candi Borobudur
sangatlah megah. Candi itu merupakancandi Buddha yang dibangun dengan tangan –
tangan orang zaman dahulu secara tradisional. Candi tersebut merupakan candi
terbesar di dunia. Pada dinding – dinding terdapat relief – relief yang
menggambarkan perjalanan hidup Sang Buddha beserta ajaran - ajarannya,
kehidupan masyarakat, dan kisah cinta anak manusia. Candi ini memiliki banyak
stupa. Memang sungguh menakjubkan. Tidak heran jika Candi Borobudur menjadi
salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia. Banyak turis lokal maupun mancanegara
yang datang untuk berkunjung menyaksikan kemegahan candi ini. Untuk naik ke
puncak candi kita harus menaiki banyak tangga.
“Aduh, aku capek banget.”
Baru dua tingkatan yang
berhasil aku capai aku sudah capek sekali. Mungkin sebelumnya sudah kugunakan
untuk menikmati sekeliling Pantai Parangtritis, jadi tenagaku agak menurun.
Tapi aku tidak patah semangat. Aku sudah melihat relief –relief di tingkatan
satu. Berikutnya aku akan melihat relief
– relief di tingkatan yang kedua. Tinggal satu relief lagi aku akan berada di
puncak candi karena Candi Borobudur ini terdiri dari tiga tingkatan.
Setelah
semua tingkatan sudah aku datangi, aku kembali turun. Aku melihat tidak jauh
dari kaki candi seorang penjual es krim melayani beberapa pembeli. Aku ingin
mencobanya setelah melihat salah seorang dari mereka menikmatinya. Aku mendekat
ke penjual es krim itu dan membeli eskrim coklat kesukaanku. Setelah
mengelilingi candi lelahku berkurang dengan nikmatnya es krim coklat itu. Hari
sudah sore. Kami berkumpul kembali menuju bus. Bus menuju ke arah hotel tempat
kami menginap. Hotel itu tidaklah mewah taoi juga tidak buruk. Pihak travel
membagi kamr hotel. Aku segera menuju kamar hotel dan langsung mandi kemudian
berganti pakaian. Aku tidak sendiri. Aku tidur sekamar bersama salah seorang
dari rombongan. Itu tidaklah masalah. Maklumlah namanya ikut travel, ya kita
ikuti saja aturan mainnya. Yang penting kita bahagia dan tercapai tujuan kita.
Setelah
maghrib kami berpencar kembali untuk jalan – jalan di sekitar hotel, ada juga
yang tidak keluar karena ingin menikmati hotel. Kebetulan hotel kami dekat
Malioboro. Aku keluar hotel. Di depan hotel sudah ada beberapa becak motor yang
diparkir. Para tukang ojek becak motor itu memang sengaja menunggu penumpang
hotel untuk memakai jasa mereka. Aku mendekati salah satu dari mereka untuk
mengantarkan aku berkeliling menikmati suasana malam hari di Malioboro. Aku
meminta tukang ojek itu untuk menurunkan aku di depan sebuah lapak makanan.
“Sate
– satenya, Mbak! Seorang penjual sate menawarkan satenya kepadaku sambil
memanggang sate – sate ayam maupu daging sapi.
“Waaaaaah
sedap sekali aromanya,” gumamku.
Aroma sate yang
dipanggang itu menarikku untuk masuk ke kedai sate itu. aku memesan satu porsi
sate dan lontong kepada penjualnya. Penjual itu mengangguk merespon
permintaanku. Asap mengepul di atas panggangan sate itu. Arang – arang hitam
itu menyala ketika penjual sate mengipas sate. Aroma sate semakin menusuk
hidungku, menggodaku untuk segera menyantapnya.
Sementara perutku mulai keroncogan. Aku rasanya sudah tidak sabar untuk
segera menyantapnya. Tidak lama lontong sate yang kupesan sudah siap disajikan
di mejaku. Aku duduk lesehan diantara pengunjung – pengunjung kedai sate.
Setelah minuman teh hangat yang kupesan juga sudah tersaji, aku langsung
menyantapnya. Nikmat sekali rasanya. Daging sate yang dibakar, dibalut dengan
bumbu kacang terasa sangat lezat. Di tengah – tengah aku menikmati lontong
sate, sekelompok pemuda menjajakan suaranya di sampingku dengan alat – alat
sederhana di tangannya menyuguhkan sebuah nyanyian. Mereka adalah para pengamen
jalanan yang biasa berkeliling di area itu untuk mendapatkan uluran tangan para
penikmat makanan merogoh uang kecil mereka.
Setelah kenyang aku tidak langsung pulang. Aku berjalan –
jalan di sekitar Malioboro. Disamping para pedagang makanan yag menjual makanan
berat maupun camilan, banyak juga para pedagang kaos yang menawarkan barang
dagangannya di pinggir – pinggir jalan. Aku mampir ke salah satu lapak baju.
Aku berniat untuk membeli satu potong kaos sebagai oleh – oleh adikku. Mataku
tertuju pada sebuah kaos putih yang hanya memiliki tulisan sederhana di tengah
kaos. Ketika tanganku mengambil kaos itu, tiba – tiba ada tangan lain juga
mengambilnya. Aku melihat ke arah wajah pemilik tangan itu. Ternyata seorang
pemuda yang menurut penilaianku lumayan tampan. Dia juga melihatku sambil
melempar senyuman.
“Emmmmmh, maaf Mas. Saya mau membeli kaos ini. Tolong
dong lepaskan tangan kamu.” Kataku kepada pemuda itu.
“Maaf, Mbak aku juga menginginkan kaos ini,” jawabnya.
“Tapi aku yang melihatnya dulu,” kataku kemudian.
“Aku juga melihatnya,” jawabnya dingin.
Aku jadi kesal
dibuatnya. Percuma saja berdebat dengannya, akan membuang – buang waktu saja.
Akhirnya aku yang mengalah. Kulepaskan tanganku dari kaos itu, kemudian berlalu
dari lapak kaos itu menuju lapak baju lain dan membeli sebuah kaos untuk
adikku.
Kulihat telepon genggamku sudah menunjukkan pukul sepuluh
malam lebih. Aku memutuskan untuk kembali ke hotel untuk istirahat karena aku
merasa sudah capek sekali dan juga mengantuk. Aku memanggil salah seorang dari
tukang ojek motor untuk mengantar kembali ke hotel. Setelah sampai di hotel aku
berjalan ke kamar. Ketika melewati lobi aku melihat ke arah tempat duduk lobi. Aku
melihat seorang pemuda yang berebut kaos denganku ketika di lapak baju. Dia
juga melihat ke arahku. Dia kemudian bangkit dari tempat duduknya dan mendekat
padaku. Pemuda itu mengulurkan tangannya memperkenalkan diri.
“Hai, kita bertemu lagi. Namaku Ryan, apakah saya boleh
tahu siapa namamu?”
Pemuda itu menyebutkan
namanya. Aku pun menyebut namaku. Dia meminta waktu untuk bicara denganku. Kami
berdua duduk di tempat duduk lobi. Pemuda itu mrnyerahkan bungkusan sebuah kado
kepadaku.
“Ini nuat kamu,” katanya singkat.
“Tunggu dulu! Dalam rangka apa kamu memberiku kado, kita
saling kenal,” kataku.
“Kita memang tidak saling mengenal, tapi aku sudah
mengamati kamu sejak kemarin malam kamu naik di bus. Kita berada di bus yang
sama. Kebetulan aku duduk di tempat duduk pojok belakang sendiri. Jadi mungkin
tidak terlihat. Maaf aku merebut kaos di lapak tadi. Aku sebenarnya sengaja
melakukannya agar bisa melihatmu lebih dekat. Dan aku menunggu di sini agar aku
bisa berkenalan denganmu. Ini kamu terima ya, sebagai hadiah perkenalan kita.
Aku berharap kita bisa bertemu kembali saat kembali ke Surabaya”
Aku mengangguk – angguk
tanda mengerti. Setelah pemuda itu menjelaskan aku menerima kado itu. Tak
terasa malam semakin larut. Rasa kantukku mulai datang. Kami pun mengakhiri
pembicaraan, kemudian kembali ke kamar masing – masing. Segera aku masuk kamar
mandi untuk gosok gigi dan cuci tangan serta kaki lalu tidur karena esok hari
kami akan melanjutkan perjalanan ke destinasi lain yang dilanjutkan kembali
pulang ke Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar