Minggu, 23 Juni 2024

CERPEN REMAJA : AKU INGIN MENGENALNYA

 CERPEN REMAJA : AKU INGIN MENGENALNYA

              AKU INGIN MENGENALNYA

                       Oleh : Umi Harida

“Aduh - aduh, kok cantik banget anak Mama pagi ini. Mau kemana sayang?” tanya ibu Maya menyapa putri tunggalnya. 

“Lho memangnya Maya tidak cantik ya Ma setiap harinya,” protes Maya sambil tersenyum manja. Hari ini Maya memang sedikit berbeda, tidak seperti biasanya. Dia merias wajahnya begitu cantik. “Ma, kemarin aku sudah bilang sama Mama bahwa aku mau pergi keluar menemui teman. Nah, sekarang aku ulang lagi, aku mau minta izin ya Ma. Hari ini aku mau main ke rumah teman?” rengek Maya merayu sambil mendekati mamanya. 

“ Iya, boleh –boleh saja. Ngomong – ngomong dimana rumah temanmu itu May?”

“Emmhhh, nggak tahu Ma. Sebenarnya aku ingin ke terminal bertemu seseorang. Itu lho Ma, Mama ingat anak laki – laki penjual asongan yang di terminal kemarin lusa? Waktu itu kita membeli air mineralnya,” kata Maya menjelaskan.

“Ya, Mama ingat. Memangnya kenapa dengan anak itu?” tanya mama balik.

“Nggak kenapa – kenapa, Ma. Aku hanya ingin mengenalnya saja. Boleh ya, Ma?” pinta Maya.

“Boleh, tapi untuk apa kamu mengenal anak itu? Kamu tidak tahu seluk beluknya. Apalagi kamu anak perempuan. Mama sangat kuatir padamu, Sayang. Kamu adalah satu – satunya anak Mama. “

“Ma, Maya udah besar. Aku akan menjaga diri dengan baik – baik. Lagi pula aku hanya ingin menambah teman aja kok,Ma. Selain itu aku tidak pergi sendiri. Aku pergi bersama Via. Entah kenapa aku ingin berteman dengannya. Boleh ya Ma?”pinta Maya merengek.

“Baiklah, Mama izinkan tapi ingat kamu harus benar – benar hati – hati, “ kata mama Maya yang akhirnya mengizinkan.

“Oke, Ma siap terima kasih. Mama memang mamaku yang terbaik sedunia.” Kata Maya kegirangan sambil mencium pipi mamanya.

“Tok, tok, tok, izin!” terdengar suara ketukan pintu dari luar. “Masuk aja, Vi,” sahut Maya dari dalam kamar. Maya segera keluar menemui temannya. “Yuk, kita berangkat sekarang!” ajak Maya menggandeng tangan Via. Mereka naik sepeda motor beboncengan menuju terminal.

Sampai di terminal Maya dan Via mencari anak laki – laki penjual asongan yang dimaksud Maya. Sudah hampir limabelas menit mereka mencari tapi tidak ketemu juga. Maya berinisiatif untuk bertanya pada anak penjual asongan lainnya. Anak itu bercerita bahwa anak laki – laki yang dimaksud Maya bernama Heru. Dia mengatakan bahwa hari itu Heru tidak berjualan karena menunggu ibunya yang sedang sakit. Maya sedih mendengarnya. 

“Semoga terus kita ngapain disini,” celetuk Via. Maya berpikir, berpikir sebentar. “Aku punya ide”. “Hah, ide apa lagi,” sahut Via.

“Eh, Mas. Kamu namanya siapa?”tanya Maya kepada anak laki – laki penjual asongan itu.

“Boleh, aku kok dicuekin sih. Ngapain juga tanya namanya?” protes Via yang sedari tadi merasa dicuekin oleh Maya. 

“Udah deh, kamu diam aja. Eh, Mas kamu namanya siapa?” tanya Maya ulang.

“Namaku Anto, emangnya kenapa Mbak?”

“Nggak kenapa – kenapa. Cuma tanya nama doang. Oh ya Mas Anto tahu nggak rumahnya Mas Heru?” tanya Maya.

“Jelas tahu dong. Dia kan tetanggaku. Emangnya kenapa, Mbak kok tanya rumahnya segala?” tanya Heru balik.

“Emmm, tolong anterin kami ke rumah Mas Heru ya, Mas. Tolong……”pinta Maya memohon.

“Waduh, maaf Mbak nggak bisa. Saya harus bekerja,” kata Anto menolak permohonan Maya.

“Gini aja deh. Gimana kalau jualan Mas saya borong. Sebagai kompensasinya Mas harus nganterin kami ke rumahnya Mas Heru. Gimana Mas, mau nggak?”

“Kalau begitu sih aku mau. Okelah kapan kita berangkat?”

“Ya sekaranglah. Masa besok? Yang benar aja?”

Mereka akhirnya berangkat menuju rumahnya Heru. Sampai disana Maya, Via, dan Heru disambut oleh Heru. Heru terdiam sejenak. Dia menarik tangan Anto. Mereka ngobrol di kamar. Heru kemudian menanyakan siapa yang membawanya ke rumahnya. Anto pun menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Kemudian mereka kembali bertemu Maya dan Via di ruang tamu. Anto memperkenalkan Maya dan Via kepada Heru. Mereka mengobrol dengan santai.

“Oh ya, Mbak Maya kata Anto mbak sedang mencari saya. Emangnya ada keperluan apa, Mbak?” tanya Heru penasaran dengan kedatangan Maya dan Via yang tiba – tiba padahal mereka tidak saling mengenal.

“Ngak apa – apa kok Mas. Maksud kedatangan kami kemari hanya ingin berkenalan dengan Mas Heru dan ingin berteman aja kok. Kebetulan kemarin lusa kita bertemu di terminal. Waktu itu aku dan mama membeli air mineral dari Mas Heru. Entah kenapa sejak saat itu aku ingin mengenal Mas lebih jauh lagi. Apa Mas tidak keberatan kalau kita berteman?” tanya Maya kepada Heru yang masih penasaran dengan kedatangan Maya dan Via. Heru mengungkapkan ketidakberatannya. “Ngomong – omong kalau boleh aku tahu kenapa hari ini Mas tidak berjualan?” tanya maya pura – pura tidak tahu meskipun sebelumnya sudah diberitahu oleh Anto.

“Ooooh, ibuku sedang sakit. Aku menunggui beliau karena tidak ada lagi keluarga lain dirumah ini selain aku,” kata Heru.

“Emangnya ayah Mas Heru kemana?” tanya Maya penasaran.

“Ayahku sudah meninggal tiga tahun lalu jadi aku sebagai anak tunggal harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan kami sehari – hari,” kata Heru menjelaskan keadaan keluarganya.

Oh, aku minta maaf Mas. Aku tidak bermaksud membuat Mas Heru sedih.”

“Tidak apa – apa, Mbak. Itu sudah berlalu.”kata Heru sambil tersenyum ke arah Maya.

“Mas, sudah bawa ibu ke dokter?” tanya Maya. Heru hanya menggelengkan kepala. Dari raut wajahnya dia terlihat sedih. Dia mengatakan kepada Maya sebenarnya dia ingin sekali membawa ibunya berobat tapi apa daya dia tidak memiliki uang yang cukup. Jangankan untuk berobat, penghasilan dia dari jualan asongan saja masih belum maksimal untuk mencukupi kebutuhan dia dan ibunya. Mendengar penjelasan Heru, Maya ikut merasakan kesedihan yang diarasakan teman yang baru dikenalnya itu. Kemudian Maya meraih tangan Heru sambil menyelipkan uang ke tangan Heru. Heru kaget sesaat dengan gerakan tangan Maya yang tiba –tiba itu. Maya menjelaskan maksudnya.

“Ngak usah, Mbak. Saya tidak mau merepotkan siapa – siapa. Apalagi kita baru kenal.” kata Heru sambil mengembalikan uang yang diberikan kepadanya. Maya menolak pengembalian uang itu.

“Mas, kita sekarang kan sudah berteman. Sebagai teman yang baik saya bisa merasakan apa yang Mas Heru rasakan. Saya harap Mas bersedia agar ibu Mas segera mendapat pengobatan sehingga Mas bisa kembali bekerja. Aku rasa pertemuan kita sampai disini dulu ya, Mas. Kami mau pamit pulang. Sampaikan salamku untuk ibu Mas ya.” kata Maya sambil berpamitan untuk pulang.

“Terima kasih banyak atas bantuannya, May. Semoga aku bisa membalasnya kelak.” Maya tersenyum kepada Heru. Dalam hatinya berharap ini bukanlah hari terakhir mereka bertemu. Heru mengantarkan Maya dan Via keluar. Sementara Anto masih di rumah Heru. Ketika dalam perjalanan pulang Maya dan Via mampir ke warung untuk membeli makan karena mereka lapar. 

“Boleh kalau diperhatikan Si Heru cakep juga ya anaknya. Pantesan nggak ada angin nggak ada hujan tiba – tiba kamu pingin kenalan. Jangan – jangan kamu naksir sama Heru ya May?”kata Via menggoda Maya sambil menunggu makanannya yang belum datang. 

“Kamu ini ngomong apa sih, Vi? Emangnya salah ya kalau kita menambah banyak teman. Udahlah gak usah dibahas. Kita makan aja, yuk.” ajak Maya karena makanannya sudah diantar ke meja mereka. Maya tersenyum – senyum sendiri mengingat kata Via. Setelah merasa kenyang mereka kembali melanjutkan perjalanan pulang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PUISI ALAM : SUASANA TEPI PANTAI

                         SUASANA TEPI PANTAI                              Oleh : Umi Harida Ku gelar tikar  Di antara lautan butiran pasir p...