Oleh : Umi Harida
Hari – hariku sangatlah sibuk. Sebagai wanita yang mempunyai tugas ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan sebagai seorang pendidik, saya berbakat dengan pekerjaan – pekerjaan yang menumpuk. Sebagai ibu rumah tangga, banyak pekerjaan rumah yang harus aku kerjakan. Mulai dari bangun tidur di pagi hari hingga malam menjelang tidur, hanya ada pekerjaan yang harus kulakukan. Setiap pagi sebelum subuh, anak – anak yang belum bangun harus sudah ada di dapur. Menyalakan kompor, membuka kulkas untuk menyiapkan bahan – bahan masakan, kemudian menyajikan masakan yang sudah matang di meja makan. Kuambil piring dan gelas secukupnya sesuai jumlah anggota keluarga untuk kemudian ditaruh di meja makan sambil menyantap hidangan yang telah disajikan. Kulit mulai bermunculan keluar melalui pori – pori kulitku. Bajuku pun mulai agak basah karenanya. Setelah menyiapkan sarapan, aku segera mandi karena aku sendiri juga tidak tahan dengan tubuh yang berkeringat. Aku merasa sangat tidak nyaman.
Keluar dari kamar mandi, aku tersenyum kecil melihat suamiku sedang mencuci peralatan – peralatan yang telah kugunakan untuk memasak. Di bawah pancuran air alat masak itu ada kutumpuk. Ternyata suamiku akan melakukan hal itu. Suamiku adalah seorang kepala rumah tangga yang bertanggung jawab. Tanpa ragu, dia tidak akan ragu untuk melakukan pekerjaan seorang ibu rumah tangga. Dia tidak malu melakukannya. Suamiku menyadari betapa sibuknya hari – hariku yang berperan sebagai ibu rumah tangga dan pendidik. Tidak hanya kali ini saja, tetapi dia melakukannya setiap hari. Tidak hanya mencuci perkakas rumah tangga, menyapu dan mengepel lantai yang biasa ia kerjakan juga. Senangnya aku melihatnya.
“Selamat pagi, Bunda,” kata suamiku setelah aku mendekatinya.
Kubalas sapannya sambil kusunggingkan senyuman manis. Sekarang ganti suamiku yang melangkahkan kaki ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Sementara saya mengganti pakaian olahraga untuk persiapan berangkat ke sekolah sebagai rumah kedua. Ya, sekolah adalah rumah keduaku. Setelah sibuk di rumah, nanti aku akan ditugaskan dengan pekerjaan sebagai pendidik. Sebagai seorang pendidik, saya tidak hanya ditugaskan untuk memberikan ilmu pengetahuan kepada anak – anak didik tetapi juga membentuk karakter mereka. Belum lagi berbagai macam perangkat pembelajaran yang harus kusiapkan.
“Selamat pagi, Bun,” anak semata wayangku menyapa. Aku membalas dendam sambil tersenyum. Saya mengamatinya. Ternyata anak laki-laki – laki-lakiku sudah tumbuh sebesar ini. Sekarang dia sudah tumbuh menjadi anak yang tidak lagi kecil. Anakku sudah duduk di bangku SMA. Dia sudah menjadi anak remaja sekarang. Keinginannya sudah tidak lagi seperti dulu sewaktu masih kecil. Dulu dia suka sekali dengan mainan. Namun sekarang sebagai anak remaja pemikirannya berbeda. Dulu dia masih mau tidur dengan orang tuanya, namun sekarang dengan kemauannya sendiri sudah meminta kamar tersendiri. Tapi terkadang dia masih mau tidur sekamar dengan kami kalau sedang ingin bermanja – manja.
“Bekal kamu ada di meja,” kataku kepada anakku.
Segera anakku mengambil bekalnya itu. Jangan lupa dia membuka kulkas untuk mengambil air minum lalu memasukkannya ke dalam tas. Dia kembali ke meja makan untuk sarapan bersama. Setelah makan, anakku masih bersantai di kamarnya sebelum berangkat sekolah karena suamiku akan mengantarku dulu ke sekolah tempatku bekerja. Aku sudah mencoba mengatakan kepada suamiku bahwa aku ingin mengemudi sendiri ke tempat kerja tetapi dia sendiri melarangku dengan alasan dia tidak tahu. Katanya tubuhku pendek. Kakiku tidak akan sampai untuk berpijak di tanah. Jika aku mengemudi sendiri, takutnya jatuh. Ya, itulah yang aku katakan. Mungkin dia terlalu sayang padaku. Sekembalinya suami mengantarku, dia menggantikan mengantar anakku ke sekolahnya yang agak jauh. Seperti itulah suamiku. Bukannya dia tidak bekerja, tetapi dia lebih mengutamakan kepentingan keluarga terlebih dahulu. Setelah mengantarku bekerja dan anakku sekolah, barulah dia fokus dengan pekerjaannya mencari nafkah.
Suamiku adalah seorang wiraswasta yang tidak terikat dengan orang lain. Dia memiliki toko di salah satu mall di Surabaya. Dia menjual produk pakaian. Tokonya buka mulai pukul 10.00 sampai 17.00. setiap hari dia berangkat kerja meskipun hari libur. Karena aturan di mall itu melarang toko tutup. Jika memang terpaksa tutup maka harus membayar denda. Toko boleh tutup tanpa dikenakan denda kecuali pada hari imlek dan hari raya saja. Tetapi tidak inginkah kita mematuhi aturan itu. Kebanyakan pengunjung mall tersebut adalah orang berkebangsaan Cina. Suamiku sendiri tidak baik jika harus duduk terlalu lama di toko sambil menunggu pembeli datang. Seringnya rasa jenuh tercapai. Untuk itu dia tidak selalu ada di toko sepanjang hari. Dia sering keluar dari mall untuk mengerjakan pekerjaan sampingannya sebagai tukang ojek online . Sementara toko diserahkan kepada pegawainya yang kebetulan adalah kerabatnya sendiri.
Suamiku
sibuk dengan pekerjaannya. Aku pun demikian. Di sekolah banyak pekerjaan yang
harus kukerjakan. Setiap pagi sebelum masuk kelas aku harus mempersiapkan
perangkat ajar. Mulai dari modul ajar sampai lembar refleksi. Setiap hari guru
disibukkan dengan mengerjakan administrasi guru disamping mengajar murid di
kelas. Modul ajar, daftar presensi, lembar refleksi, dan juga media
pembelajaran selalu mengisi waktu luang kami. Belum lagi kami harus berkumpul
untuk membahas masalah murid dan strategi mengajar. Selain mengerjakan itu
semua aku memiliki tugas tambahan di sekolah. Tugas tambahanku sebagai anggota
tim humas dan pengelola perpustakaan. Benar - benar menguras tenaga dan
pikiran, sangat melelahkan. Sementara di kelas aku harus mengurus banyak murid
dengan berbagai macam karakter. Ada anak yang suka manja, cengeng, jail, dan
sebagainya. Tapi itu semua merupakan tantangan bagiku.
“Teeeeeeeet,”
bel sekolah sudah berbunyi. Seperti biasa aku masuk mendampingi murid – murid
berdoa dan menyanyikan lagu Indonesia Raya dilanjutkan dengan pengucapan bunyi
Pancasila. Setelah itu anak – anak kuajak keluar kelas mnuju lapangan untuk
melakukan senam pagi bersama yang biasa dilakukan setiap hari Jumat sebagai
kegiatan Jumat Sehat. Anak – anak tampak senang sekali. Mereka berbaur menjadi
satu dengan para murid dan guru dari kelas lain. Kemudian aktivitas berikutnya
adalah kerja bakti sebagai kegiatan Jumat Bersih. Anak – anak diarahkan oleh
guru masing – masing dalam mengerjakannya berdasarkan pembagian tugas yang diberikan
oleh ketua tim kesiswaan di sekolah.
“Bu,
bolehkah saya makan bekal?” tanya salah seorang murid.
Aku mengizinkan mereka untuk makan bekal
sekalian istirahat. Aku menyadari setelah melakukan kerja bakti tentu mereka
merasa capek bahkan lapar.
“Horeeeeee,”
sorak mereka bersamaan. Aku juga istirahat karena merasakan capek sekali. Aku
masuk ruang guru dan duduk di tempat dudukku sendiri. Di ruang guru setiap guru
memiliki tempat duduk masing – masing. Kuambil sebotol air putih yang berada di
dalam tas bekal.
“Bu,
mari kita makan soto di belakang!” ajak salah satu teman guru. Aku menolak
tawarannya karena aku sudah membawa bekal makan dari rumah. Temanku tetap saja
memaksaku dan menjelaskan bahwa soto itu merupakan trktiran dari tim adiwiyata.
Aku tidak enak jika terus – terusan menolak. Akhirnya aku ikut juga makan soto
bersama mereka. Waktu berlalu dengan cepat apalagi hari ini adalah hari Jumat
yang memang jam mengajar lebih sedikit dari hari – hari biasanya. Anak – anak
pun pulang lebih awal tidak seperti hari – hari biasanya juga. Suamiku sudah
menunggu di luar untuk menjemput. Aku segera keluar sekolah setelah absen
pulang.
Sampai di rumah, aku langsung mandi. Setelah mengganti baju, aku merebahkan tubuh sebentar di atas tempat tidur, lega rasanya. Kucoba untuk memejamkan mata sejenak, dan aku pun tertidur. Entah berapa menit aku tertidur. Suamiku membangunkanku karena sebentar lagi aku harus berangkat lagi untuk mengajar mengaji dan memberikan pelajaran di luar rumah. Rasanya malas sekali saat aku berangkat. kukuatkan hatiku, lalu aku melangkahkan kaki ke kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah itu, aku berangkat mengajar privat.
Satu jam setengah aku sudah mengajar privat. Ketika suamiku menjemput pulang tiba – tiba aku ingin makan gulai kambing di warung yang kebetulan terlihat oleh mataku saat perjalanan. Kami berhenti di warung itu dan membeli satu porsi gulai kambing yang dibungkus untuk dibawa pulang. Sesampainya di rumah, kami memakan guali itu bersama nasi. Oh, betapa nikmat rasanya. Setelah melalui berbagai aktivitas sepanjang hari, akhirnya aku bisa beristirahat dengan nyaman meskipun kutahu besok aku akan kembali dengan kesibukan – kesibukan harianku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar