Selasa, 25 Juni 2024

CERPEN DEWASA : AKU INGIN BAHAGIA

                          AKU INGIN BAHAGIA

                              Oleh : Umi Harida


        Andaikan waktu dapat diputar dan saya ingin kembali ke masa kecil. Tidak akan ada masalah rumit yang akan memaksa otak untuk berpikir keras dalam memecahkan masalah. Hanya belajar, bermain, bercanda, dan meminta uang jajan kepada ayah dan ibu. Sore hari bermain di halaman rumah bersama teman – teman di bawah sinar rembulan. Saat ini aku masih di halaman yang sama menatap rembulan ditemani bintang – bintang dalam suasana malam yang sepi dan sunyi. Kali ini tanpa ada teman yang menemani. Tak terasa air mata ini menetes di pipi. 

Senin, 24 Juni 2024

CERPEN DEWASA : APA ARTI SENYUMANNYA?

              APA ARTI SENYUMANNYA?

                     OIeh : UMI HARIDA

      Pagi ini entah kenapa badanku capek sekali. Kusibakkan selimut dari tubuhku. Aku segera bangun dari pembaringanku. Aku tidak segera mandi. Aku duduk di tepi kasur dengan perasaan malas. Pikiranku masih terbawa bayang - bayang pesta ulang tahun teman kemarin malam.

Minggu, 23 Juni 2024

CERPEN REMAJA : AKU INGIN MENGENALNYA

 CERPEN REMAJA : AKU INGIN MENGENALNYA

              AKU INGIN MENGENALNYA

                       Oleh : Umi Harida

“Aduh - aduh, kok cantik banget anak Mama pagi ini. Mau kemana sayang?” tanya ibu Maya menyapa putri tunggalnya. 

“Lho memangnya Maya tidak cantik ya Ma setiap harinya,” protes Maya sambil tersenyum manja. Hari ini Maya memang sedikit berbeda, tidak seperti biasanya. Dia merias wajahnya begitu cantik. “Ma, kemarin aku sudah bilang sama Mama bahwa aku mau pergi keluar menemui teman. Nah, sekarang aku ulang lagi, aku mau minta izin ya Ma. Hari ini aku mau main ke rumah teman?” rengek Maya merayu sambil mendekati mamanya. 

Sabtu, 22 Juni 2024

PUISI DEWASA : MENDUNG AKAN SEGERA BERLALU

 

PUISI : MENDUNG AKAN SEGERA BERLALU

      MENDUNG AKAN SEGERA BERLALU

                       Oleh : Umi Harida

Angin berhembus kencang senja itu

Langit menghitam

Cahya semakin temaram

Kala itu aku sendiri

Menatap ujung jalan

Dengan penantian yang tak pasti

Sabtu, 15 Juni 2024

PUISI TENTANG ALAM : SYAIR SANG PUJANGGA

                    Syair Sang Pujangga

                      Oleh : Umi Harida

Gulungan ombak berkejaran tiada henti

Sang bayu berhembus menghempasnya tanpa lelah

Buih - buih mengapung terombang ambing oleh tepisan arus 

diantara karang – karang yang tajam


     Tatkala air  memantulkan kilatan sinar mentari

     Ikan - ikan mungil meliukkan tubuh dengan manja

     Tertangkap pandangan mata saat menembus ke dalam ombak

     di tepi pantai berpasir putih dan bersih


Oh, langkah indahnya.....

Terdengar sayup syair Sang Pujangga

Memuji pesona karya agung Sang Penciptanya


       Keelokan alam tak cukup terlukis dengan kata

       Tak cukup hanya dipandang saja

       Tapi jiwa bisa merasa jua 

Sabtu, 03 Oktober 2020

PUISI TENTANG PETANI

PETANI

Oleh : Umi Harida

Petani……..

Tatkala sang surya mengintip di balik awan di ufuk timur

Engkau bangkit dari tidurmu yang lelap

Dengan topi bambu di kepala dan sebuah cangkul di pundak

Kau langkahkan kaki menuju sepetak tanah ujung desa

 

Petani……..

Terik matahari membakar kulit

Butiran peluh mengalir membanjiri tubuh

Tajamnya tanah kering menusuk kaki

Tak kan mampu patahkan semangatmu

 

Saat suara tawa putri kecilmu terngiang terbayang

Senyum menghias bibirmu yang mulai mengering

Mentari selalu setia terbit menyapa

Asamu pun tak kan pernah pupus sirna

CERITA FANTASI : PETUALANGAN JODI MELAWAN RAKSASA

 

Petualangan Jodi Melawan Raksasa

Oleh : Umi Harida

                Matahari siang itu terasa sangat terik sinarnya. Para murid di kelas Jodi belajar terlihat sudah kelelahan menerima pelajaran. Sering kali dia melihat jam dinding yang terpasang di dinding kelas. Jodi adalah salah satu siswa kelas enam. Dia termasuk anak yang rajin di kelasnya. Setiap hari dia harus berjalan kaki pulang pergi sekolah karena tidak memiliki sepeda.

Pelajaran yang diikuti Jodi di sekolah telah usai. Anak – anak berhamburan keluar kelas menuju tempat parkir sekolah, tempat mereka meletakkan sepeda. Ada juga beberapa yang langsung berjalan kaki keluar sekolah karena memang mereka tidak membawa sepeda, termasuk Jodi. Dia berjalan dengan santai di bawah langit yang terang dengan pancaran sinar matahari yang begitu panas. “ Hai, Jod. Aku duluan ya”, sapa temannya yang membawa sepeda. Jodi pun membalasnya dengan ramah.

Siang semakin panas. Rasa haus pun sangat dirasakan oleh Jodi. Dalam perjalanannya Jodi melihat sebuah pohon yang sangat besar dan rindang.

“Wah, rimbun sekali pohon itu. Mungkin enak berteduh di bawahnya”, pikir Jodi. Jodi melangkahkan kedua kakinya ke arah pohon itu. Sesampainya di sana dia segera duduk dan bersandar di bawahnya.

“Ah… enak sekali”, kata Jodi dalam hati sambil menghela nafas panjang. Tiba – tiba pohon itu membawanya terbang ke awan. Di awan Jodi berdiri di depan sebuah istana yang dijaga oleh banyak prajurit. Tiba – tiba ada sebuah suara yang membisikinya.

“Masuklah, Jodi. Selamatkan raja dan keluarganya dalam penjara istana yang ditawan oleh raksasa yang sangat kejam itu”, kata suara gaib itu.

“Tapi, kamu siapa. Lalu mana mungkin aku bisa masuk ke dalam. Banyak prajurit yang berjaga di sana”, kata Jodi.

“Kamu tidak perlu kuatir. Gunakan sebatang kayu yang ada di pohon itu untuk melawan mereka”, kata suara itu. Jodi mengarahkan pandangan ke arah pohon yang membawanya terbang itu. Memang benar ada sebuah kayu yang mengkilat di bawah pohon. Bersamaan dengan munculnya kayu mengkilat itu, suara gaib itu pun menghilang. Jodi segera mengambil kayu itu. Setelah memegang kayu itu keberanian Jodi tiba – tiba muncul. Kayu itu seolah – olah mengarahkannya menuju istana. Ketika prajurit penjaga menghadangnya, kayu yang dipegang Jodi mengeluarkan cahaya yang secara ajaib membuat prajurit – prajurit itu buta. Jodi tidak menyia – nyiakan kesempatan masuk ke dalam istana. Dia mengendap – endap mencari penjara tempat raja dan keluarganya ditahan. Anehnya setiap Jodi bertemu dengan prajurit yang menghadangnya, kayu itu selalu memancarkan cahaya yang membuat buta mata lawannya itu.

Jodi semakin percaya diri. Dia menelusuri setiap ruangan istana. Matanya tertuju pada sebuah lorong gelap. Dia melangkahkan kakinya ke sana. Ternyata itu adalah penjara istana. Jodi melihat sebuah keluarga yang memakai pakaian – pakaian yang diketahuinya sebagai pakaian bangsawan istana. “Mungkin itu keluarga istana yang ditawan”, kata Jodi dalam hati. Dia mulai mendekati penjara itu. Belum sampai di tempat yang dia tuju. Tiba – tiba suara menggelegar menghentikan langkahnya.

“Ha ha ha ha. Siapa kamu hai anak kecil? Berani – beraninya kamu masuk ke istana tanpa seizinku”, kata sosok besar di hadapan Jodi yang tidak lain adalah raksasa. Mata raksasa itu menatap tajam ke arah Jodi.

“Hai Raksasa, bebaskan raja dan keluarganya”, kata Jodi dengan lantang.

“Hm……. Coba saja kamu bebaskan kalau bisa. Kau hanya seorang anak kecil. Dengan seujung kukuku ini saja kau bisa kulenyapkan”,kata raksasa itu lagi.

“Jangan sombong kau wahai Raksasa”, teriak Jodi sambil mengangkat kayu yang dipegangnya ditujukan ke arah raksasa itu.

Raksasa itu semakin mendekat ke arah Jodi. Tangannya berusaha meraih tubuh Jodi. Dengan gesit Jodi menghindar. Dia melemparkan kayu yang dipegangnya ke arah kaki raksasa. “Brak!” Seketika itu tubuh raksasa itu ambruk. Raksasa terkapar tak berdaya. Tiba – tiba asap keluar dari tubuh raksasa itu dan raksasa itu pun lenyap bersamaan dengan lenyapnya asap. Kayu mengkilat yang dipegang Jodi pun turut lenyap.

Jodi segera membebaskan raja dan keluarganya.

“Terima kasih, Nak. Kau telah menyelamatkan kami dari raksasa yang kejam itu. Sebagai imbalannya terimalah batu – batu permata ini.” Kata raja kepada Jodi.

“Tidak, Paduka Raja tidak perlu berterima kasih. Saya menolong Paduka dengan ikhlas. Memang sudah seharusnya saya melawan kebenaran”,kata Jodi

“Kamu anak yang baik. Tinggallah kau di istanaku. Di sini kamu tidak akan kekurangan apa pun. Hidupmu akan terjamin”, lanjut raja membujuk Jodi.

Ucapan raja itu seolah-olah menyadarkan Jodi bahwa saat ini dia berada jauh dari rumahnya. Kemudian dia menolak tawaran raja dan segera berpamitan kepada raja untuk kembali ke rumahnya. Jodi keluar dari istana. Dia melihat pohon besar yang telah membawanya ke istana itu dan berdiri di bawahnya.

Jodi merasa dia telah kembali ke tempat asal ketika pulang sekolah. Dengan kejadian aneh yang dialaminya, dia segera bangkit dan pulang ke rumahnya.

 

Puisi : KALA FAJAR MENJELANG

                      KALA FAJAR MENJELANG                                 Oleh : Umi Harida Kala fajar menjelang Sang Bagaskara menampakkan...