KASIH SAYANG IBU TIRI
Oleh : Umi Harida
“ Eh, Mil, Aku dengar ayahmu
sudah menikah lagi ya. Berarti kamu punya ibu baru dong, ibu tiri.” Kata Tiara,
teman sekelas Mila mempertegas ucapannya. “ Iya, benar. Memangnya kenapa kalau
aku punya ibu baru ?” jawab Mila. “ Oh, nggak, nggak apa – apa kok. Aku hanya
pingin bilang kalau ibu tiri itu biasanya jahat lo, nggak sayang pada kita.
Hanya ingin menguasai harta ayah kita saja.” Lanjut Tiara. “ Ah, masak.
Kayaknya orangnya baik deh. “ kata Mila membela ibu tirinya. “ Coba saja
buktikan sendiri kalau tidak percaya,” lanjut Tiara meyakinkan Mila.
Mila adalah gadis remaja yang
tinggal berdua bersama ayahnya saja. Setahun yang lalu ibu kandungnya meninggal
karena suatu penyakit. Mila sebenarnya anak yang baik.Tapi karena terkena
pengaruh omongan dari teman – temannya, sikapnya menjadi berubah. Padahal ibu
tirinya adalah orang yang baik. Penuh kasih sayang terhadap keluarga.
“ Tante, apakah makan siangku
sudah siap ?” Tanya Mila ketus kepada ibu tirinya setelah baru sampai rumah,
pulang dari sekolah. “ Lho, kok panggil Tante sih, Sayang. Sudah, Ibu sudah
siapkan makan siangmu. Kebetulan ibu masak masakan kesukaanmu, ayam goreng.”
Kata ibunya penuh kelembutan. “ Jangan sok baik deh,” kata Mila sambil berlalu
dari hadapan ibu tirinya menuju ruang makan. Sementara ibunya merasa aneh
dengan perubahan sikap Mila yang tiba – tiba itu.
Waktu sudah menunjukkan pukul
05.00 sore. Ayah Mila baru saja pulang dari kantor. “ Yah, hari ini sikap Mila
berubah. Ada masalah apa ya dia di sekolah. Tadi pulang dari sekolah dia
memanggilku dengan sebutan tante.” kata ibu Mila kepada suaminya yang tidak
lain adalah ayah kandung Mila. “ Masa sih, Bu,” kata ayah Mila seperti tidak
percaya dengan penjelasan istrinya. “ Benar, Yah. Malahan sikapnya kasar kepada
Ibu. Coba Ayah tanya dia. Mungkin dia ada masalah dengan teman – temannya tapi
tidak mau cerita kepada Ibu. Barangkali kalau kepada Ayah dia mau cerita
masalah yang sebenarnya. “ pinta ibu.
Setelah mandi dan berganti
pakaian, ayah mendatangi kamar Mila dan menanyakan tentang perubahan sikap Mila
seperti yang diceritakan oleh ibunya. Mila menceritakan semua yang dikatakan
oleh teman – temannya di sekolah tentang ibu tiri kepada ayahnya. Ayah hanya
tersenyum mendengar penjelasan anak satu – satunya itu. Kemudian dengan lembut
ayah menjelaskan bahwa semua yang dikatakan teman – temannya tentang ibu tiri
itu tidak benar. “ Mungkin teman – temanmu itu menyimpulkan dari buku cerita
yang mereka baca. Pada kenyataannya banyak anak – anak yang memiliki ibu tiri
hidup bahagia. Justru mereka senang karena memiliki ibu yang dapat
memperhatikannya.” kata ayah menjelaskan. Mila hanya diam mendengarkan
penjelasan ayahnya. Meskipun begitu Mila masih belum percaya sepenuhnya kepada
penjelasan yang disampaikan ayahnya itu. Dia masih dalam pengaruh perkataan
temannya.
“ Tok – tok – tok, “ suara pintu
kamar terdengar dari luar kamar Mila.” Bangun, Mila, sudah pagi. Sarapanmu
sudah Ibu siapkan di meja. “ Aduuuh. Iya, iya, sebentar lagi aku ke ruang
makan,” sahut Mila dari dalam kamar. Tidak lama kemudian setelah mandi dan
berganti pakaian seragam, Mila pun menyusul ke ruang makan. Ibu mengambilkan
piring untuk Mila. “ Seberapa nasimu Mila ?” tanya ibu sambil mengambilkan nasi
untuk Mila. Mila mengambil piring dari tangan ibunya. “ Sini, biar aku ambil
sendiri, “ kata Mila ketus. Tetapi, ibu tetap sabar menghadapi sikap Mila. “
Sayang, kamu tidak boleh bersikap seperti itu kepada Ibu. Itu tidak baik. Agama
kan sudah mengajarkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tua dan tidak
boleh menyakiti hati mereka. Iya, kan. Ayah rasa kamu sudah mengerti itu. Di
sekolah tentunya Bapak dan Ibu guru sering mengingatkan juga. Apa kamu masih
belum mengerti penjelasan Ayah kemarin malam? “ kata ayah. Mila hanya terdiam
sambil menikmati makanannya.
Setelah sarapan, Mila berangkat
sekolah bersamaan dengan ayahnya yang juga berangkat kerja. Sampai di sekolah
dia langsung menuju kelasnya. “ Eh, Mil, bagaimana? Benar kan kataku. Ibu tiri
itu jahat,” kata teman Mila dengan yakin. “ Kamu salah. Padahal aku sudah kasar
padanya, tapi ibu tiriku tetap baik dan sayang padaku.” Jawab Mila. “ Aduuuh,
itu hanya pura – pura saja untuk mencari perhatian kalian. Lihat aja lama –
lama pasti ketahuan belangnya. “ kata Mila menambahkan. “ Apa, iya,” kata Mila
masih tidak percaya. Pembicaraan mereka terhenti karena bel masuk berbunyi.
Pulang sekolah Mila mengajak teman – teman untuk main ke rumahnya. Tentu saja
minta izin dulu sama orang tua.
“ Ting – tong – ting – tong,”
bunyi bel rumah Mila. “ Tante, bukakan
pintu dong !” suruh Mila kepada ibunya yang diikuti langkah kaki ibu membuka
pintu. Ibu Mila menyambut teman – teman penuh ramah dan senyum. “ Selamat sore,
tante,” sapa teman – teman Mila. “ Selamat sore anak – anak. Itu, Mila sudah
nungguin,” sambut ibu. Teman – teman Mila memperhatikan ibu tirinya ketika
beliau menghidangkan camilan di ruang tamu. Sedangkan ibu Mila juga merasa
kalau dirinya sedang diperhatikan oleh mereka.
Malam sudah larut. Ayah dan Mila
sudah tidur. Ibu berjalan menuju kamar Mila. Dibukanya kamar itu pelan – pelan.
Tampak Mila tertidur dengan pulas. Ibu masuk ke kamar untuk memnbenarkan
selimut Mila. Dipandanginya anak perempuannya itu dengan tersenyum penuh
keibuan. Kemudian ibu mengecup kening Mila. Ibu sempat kaget karena kening Mila
terasa panas. Ibu membuka selimut Mila dan menyentuh leher dan tangan Mila yang
terasa panas.
Ibu segera kembali ke kamarnya sendiri
dan membangunkan ayah. “ Yah, bangun, Yah, “ kata ibu membangunkan. “ Ada apa,
Bu. Sudah malam kok belum tidur,” tanya ayah. Ibu menjelaskan tentang keadaan
Mila kepada ayah. Mereka kemudian menuju kamar Mila bersama. Ayah menyentuh
kening Mila, ternyata semua yang dikatakan ibu memang benar. “ Bangun, Mila.
Sayang, ayo kita ke rumah sakit, “ kata ayah membangunkan Mila hingga
terbangun. Mila terdiam dan terlihat lemas. Dia menuruti kata – kata ayahnya
untuk pergi ke rumah sakit.
Dokter memeriksa Mila dan
memberinya resep obat. Sampai di rumah ibu Mila merawatnya dengan penuh kasih
saying. Mulai dari menyuapi, member obat, dan juga mengkompres Mila. Setelah tiga
hari panas badan Mila juga belum turun. Dia kembali dibawa ke rumah sakit.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter, ternyata Mila terkena demam berdarah
sehingga harus dirawat di rumah sakit. Setiap saat ibu selalu menunggu Mila
dengan sabar.
“ Mengapa Tante baik padaku. Padahal aku sudah jahat sama Tante.”
Kata mila lirih. “ Ibu sayang sekali pada Mila. Ibu tidak pernah membenci Mila,
meskipun Mila bukan anak kandung Ibu, tetapi Mila seperti anak kandung sendiri,
“ ucap ibu dengan lembut. Lima hari pun berlalu dengan cepat sehingga Mila pun
sudah dinyatakan sembuh dan dapat diperbolehkan pulang.
Pulang dari rumah sakit Mila berpikir, mencoba untuk menerima ibu
tirinya. “ Ibu, maafkan Mila karena sudah jahat sama ibu. Padahal Ibu sudah
sangat baik padaku. Aku menyesal telah percaya kepada teman – teman.” Kata Mila
meminta maaf dengan penuh penyesalan dan memanggil ibu tirinya dengan sebutan
Ibu. “ Sudahlah, Sayang, tidak perlu diingat – ingat lagi. Kita buka lembaran
baru ya.” Kata ibu. Mila mengangguk pelan sambil tersenyum. Sementara ayah
melihat mereka dengan senang karena Mila sudah menyadari kesalahannya.
Semenjak mendapat perawatan dari ibunya selama sakit, Mila semakin
merasakan kasih saying dari ibu tirinya. Ibu tiri yang dia miliki sebagai
pengganti ibu kandungnya yang telah tiada ternyata sangat baik, tidak
sepertiyang diceritakan oleh teman – temannya. Keluarga Mila kembali utuh dan
hidup bahagia.